Jika Anda suka menjelajah tempat-tempat yang berbau kebudayaan, biasanya akan menemukan satu kampung dengan ciri khas etnis tertentu. Ada kampung Arab yang mayoritasnya keturunan etnis Arab, Pecinan untuk kampung saudara-saudara berdarah Tionghoa, Kampung Bugis, dan lain-lain.
Nah, di Kota Yogyakarta ada sebuah kawasan yang dikenal sebagai Pecinan Jogja. Ya, Kampung Ketandan. Kawasan ini adalah saksi sejarah akulturasi antara budaya Tionghoa dan Yogyakarta. Kampung yang terletak di sekitar Malioboro ini konon sudah ada sejak 200 tahun lalu dan menjadi kawasan tempat tinggal masyarakat etnis Tionghoa, sehingga dikenal sebagai Pecinan-nya Jogja.
Kampung ini lahir pada akhir abad 19, sebagai kawasan pusat permukiman orang Tionghoa di kala masa kompeni. Pemerintah Belanda saat itu menerapkan aturan pembatasan pergerakan (passentelsel) juga membatasi wilayah tinggal Tionghoa (wijkertelsel). Namun berkat izin Sri Sultan Hamengku Buwono II, komunitas etnis Tionghoa tersebut tetap diperkenankan menetap di kawasan utara Pasar Beringharjo ini. Hal ini dimaksudkan supaya masyarakat Tionghoa dapat ikut memperkuat aktivitas perdagangan dan perekonomian masyarakat sekitar.
Hingga hari ini, arsitektur bangunan di kawasan Ketandan ini didominasi nuansa tempo dulu. Kebanyakan dibangun dua lantai memanjang ke belakang, rumah-rumah tersebut difungsikan sebagai rumah sekaligus toko (ruko). Mayoritas masyarakat Ketandan berprofesi pedagang emas dan permata, ada juga yang berdagang kelontong, jamu herbal, dan elektronik.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Tionghoa dan pedagang pasar dapat membaur dengan baik. Kini, selain di daerah Ketandan, masyarakat etnis Tionghoa juga banyak dijumpai di kampung Beskalan dan Pajeksan meski jumlahnya tidak sebanyak di Ketandan.
Pemerintah Kota Yogyakarta juga menetapkan Kampung Ketandan sebagai daerah cagar budaya kawasan Pecinan. Sejak 2006, setiap menyambut Tahun Baru Imlek, di Kampung Ketandan pasti meriah karena adanya Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta. Berbagai ornamen khas Imlek akan mewarnai kampung ini, akan diramaikan pula dengan panggung hiburan, seni barongsai, pasar kuliner hingga Pawai Budaya Tionghoa di sepanjang Malioboro. Jika pawai berlangsung bukan hanya warga Tionghoa saja yang datang, tetapi warga Jogja dan sekitarnya ikut berduyun-duyun antusias menikmati. Acara yang diinisiasi Pemkot Yogyakarta bersama warga Tionghoa se-Jogja ini memang digelar sebagai upaya untuk mempertahankan identitas Kampung Ketandan Pecinan serta menambah keragaman kebudayaan di Yogyakarta yang memang dikenal sebagai Kota Budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar